Belajar Bertahan Hidup Di Alam Bebas

Siapa yang tidak ingin melihat keindahan sunrise dari puncak gunung? Siapa yang tidak mau menyaksikan icantiknya sunset di atas ketinggian? Siapa yang ingin selalu bertadabur melihat keindahan alam goresan dari Sang Pencipta?

Berbagai macam usaha akan dilakukan oleh sebagian orang untuk mencapai puncak tertinggi untuk bisa menatap keindahan alam. Segala usaha akan selalu diupayakan demi menikmati kepuasan menaklukkan kemurnian alam. Menerjang berbagai kemungkinan yang terjadi di alam. Menghadapi hujan, menantang panas dan rela berpeluh demi kepuasan menaklukkan ketinggian.

Cara Hidup Di Alam Bebas


Sebenarnya kegiatan mendaki gunung, selain bisa menikmati keindahan alam, juga banyak manfaatnya. Jadi, tidak salah jika banyak orang yang berbondong-bondong pergi mendaki gunung di saat liburan. Namun, dibalik semua kesenangan itu, semua pendaki harus bisa bertahan hidup atau survival di alam bebas.

Baca juga : Mendaki Gunung dengan Aman dan Nyaman

Tidak ada yang akan tahu, bagaimana dan apa saja yang ada di belahan hutan terdalam. Siapa pun tidak bisa memprediksi cuaca yang akan terjadi di sana. Oleh karena itu, mendaki gunung janganlah hanya sekedar membawa perbekalan lalu merencanakan pergi ke puncaknya. Diperlukan banyak pengetahuan dan keahlian untuk mengantisipasi hal-hal yang mungkin saja terjadi di saat melakukan pendakian.

Dan ketika anak sulung saya memilih mengikuti ekstrakulikuler pencinta alam, sebagai seorang ibu, saya menjadi gusar. Bagaimana, tidak! Melepas gadis kecil itu pergi mendaki gunung di alam yang hampir tidak terjamah oleh manusia? Sungguh berat, bagi seorang ibu ketika melepas anak perempuannya pergi ke alam bebas. Apalah daya, ketika buah hati menginginkan menikmati alam ciptaan Sang Pencipta, saya hanya bisa mendoakan keselamatannya di setiap waktu terbaik.

Acalapati merupakan salah satu ekstrakurikuler yang disediakan oleh SMAN 8 Bandung bagi siswa- siswinya. Ekstrakurikuler yang mewadahi anak-anak yang mencintai alam di sekitarnya. Tidak hanya mendaki gunung, ekskul ini juga tempat berkumpulnya anak-anak yang senang arum jeram dan panjat tebing.

Baca juga : Berpetualang di Gunung Puntang

Untuk menjadi anggota Acalapati, murid baru diharuskan mengikuti diklat selama 5 hari. Berbagai persiapan dilakukan oleh panitia yang terdiri dari siswa dan siswa kelas 11. Salah satunya dengan mengundang orangtua calon anggota Acalapati ke sekolah.

Di dalam pertemuan tersebut, orangtua diberi gambaran, proses yang akan dilalui anak-anak ketika menjalani diklat. Dari kegiatan yang akan dilakukan setiap jam selama lima hari tersebut, hingga perlengkapan yang harus dibawa siswa calon anggota Acalapati.

Karena ini merupakan program sekolah, maka pihak sekolah pun bertanggung jawab penuh pada keselamatan dan kesehatan anggota diklat. Panitia mengadakan kerja sama dengan para mahasiswa kedokteran dari Universitas Padjadjaran. Mereka adalah calon dokter yang juga memiliki hobi yang sama, yaitu mendaki gunung.

Tidak hanya bekerja sama dengan mahasiswa dari Fakultas Kedokteran saja, ada beberapa dokter juga, yang ikut mengawasi kondisi para peserta diklat. Selain itu, pihak sekolah juga menghubungi puskesmas terdekat yang berada sekitar lokasi tempat diklatsar akan dilaksanakan. Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

Dan ketika hari yang ditentukan telah tiba, saya pun masih diliputi rasa gusar melepas kepergian gadis kecil itu, untuk mengikuti diklat. Lima hari berada di luar rumah, menghadapi segala cuaca yang tidak bisa diprediksi, di tempat yang masih belum banyak terjamah manusia. Meskipun saya sudah tahu, apa saja  kegiatan yang akan dijalani oleh sulung saya itu, dan persiapan yang matang dari pihak sekolah. Tetap saja, saya masih gusar.

Hari pertama, saat calon siswa anggota Acalapati berkumpul di sekolah untuk mempersiapkan keberangkatan ke Gunung Panaruban, saya juga ikut mengantar si sulung dan melihat persiapan yang dilakukan oleh panitia. 

Setelah berbaris, para calon anggota itu, diminta untuk membongkar kembali tas carrier yang akan mereka bawa. Satu persatu memeriksa barang bawaan. Saya melihat anak-anak sangat kompak ketika menjalani persiapan ini. Ketika salah satu temannya yang tidak membawa sebuah barang, kawan yang membawa perlengkapan lebih dari satu, dengan segera memberikan perlengkapannya. 

Persiapan Bertahan Hidup Di Alam Bebas
Memeriksa barang yang akan dibawa untuk diklatsar
Setelah semua barang bawaan diperiksa, panitia memerintahkan siswa baru untuk memasukkannya kembali ke dalam tas carrier. Anak saya pernah memberitahu saya, jika menata barang yang akan dibawa menggunakan tas cariier, tidak bisa sembarangan. Ada aturan tertentu hingga bentuk tas menjadi tegak dan yang paling penting, nyaman di punggung.

Lalu, ada kejadian yang membuat saya bingung, ketika ada siswa yang lebih senior membawa sebuah timbangan. Buat apa, timbangan tersebut? Ternyata timbangan tersebut digunakan untuk menimbang tas carrier masing-masing peserta. Menurut ketentuan, berat barang bawaan seharusnya sepertiga dari berat badan seorang pendaki.

Cara Bertahan Hidup Di Alam
Proses penimbangan barang bawaan
Dari kejauhan, anak saya memberi isyarat pada ibunya yang berdiri di pinggir lapangan. Dia memberitahu bahwa berat bawaannya adalah 18 kg. Sedangkan berat badan anak saya, sekitar 40 kg. Jadi kurang lebih berat bawaan anak saya, kelebihan 3 kg. Kalau menurut aturan, perlengkapan yang dibawa oleh anak saya seharusnya dikurangi dan diberikan pada temannya yang memiliki berat tubuh yang lebih besar.

Setelah selesai penimbangan dan hasilnya di catat oleh salah seorang panitia, anak-anak calon anggota pun diminta untuk bersiap untuk mengikuti upacara pembukaan. Setelah itu, para peserta pun berangkat dari SMAN 8 Bandung menggunakan truk tentara, menuju lokasi diklatsar di Gunung Panaruban.

Baca juga : Mengajarkan Anak Bersahabat dengan Alam

Belajar Bertahan Hidup Di Alam
Truk yang akan membawa peserta diklat menuju Gunung Panaruban
 
Karena telah mendapatkan informasi sebelumnya mengenai kegiatan demi kegiatan yang akan dilakukan peserta diklat, saya juga bisa mengira-ngira, sedang apa anak saya di sana.

Hari kedua, di pagi hari, kegiatan yang dilakukan yaitu belajar navigasi darat, peserta diberi materi bagaimana cara membaca kompas dan peta lokasi. Mereka diminta menghitung koordinat tempat mereka berada dan menghitung koordinat tempat yang akan mereka tuju.

Cara Hidup Di Alam Bebas
Belajar navigasi (gambar milik panitia diklatsar Acalapati SMAN 8 Bandung)
 
Materi selanjutnya yang mereka dapatkan setelah istirahat, makan dan sholat yaitu belajar ilmu dasar SAR. Setelah itu, pada sore harinya para peserta diklat diberi materi membuat bivak dan mencari kayu untuk api unggun. Yang dimaksud dengan bivak yaitu tempat berlindung sementara di alam bebas, untuk melindungi dari gangguan hewan liar dan gangguan cuaca. 

Jum'at 22 Desember 2017, merupakan hari ketiga pelaksanaan diklatsar bagi calon anggota Acalapati. Di hari ketiga, peserta diajarkan materi survival. Peserta belajar bagaimana bisa bertahan hidup di alam bebas dengan memanfaatkan semua yang ada di alam sekitar mereka.

Peserta diajarkan bagaimana membuat perangkap darat dan air, yang tujuannya untuk menangkap hewan yang tersedia di alam untuk dijadikan bahan santapan. Dari panitia yang dilapangan, kami para orangtua senantiasa mendapatkan kabar mengenai kegiatan yang sedang dilakukan oleh anak kami. Dan dari panitia pula, saya bisa mendapatkan gambar anak gadis saya yang sedang membuat perangkap darat. 

Deuuh ... lihat penampakan bajunya yang kumal, saya bisa membayangkan, harus berapa lama pakaian itu mesti saya rendam ...hihihi :))

Bertahan Hidup Di Alam Bebas
Membuat perangkap darat (gambar milik panitia diklatsar Acalapati SMAN 8 Bandung)

Berhubung hari ketiga bertepatan dengan Hari Jum'at, maka materi selanjutnya yaitu Sholat Jumat dan materi melakukan sholat dalam keadaan bahaya atau ketika berada di alam bebas. Yang dilanjutkan dengan materi Keagamaan dan Kepecintaalaman.

Saya sangat bersyukur ketika mendengar kegiatan ini. Karena ketika di lokasi diklat, ada sekitar 5 sekolah menengah atas yang juga melakukan kegiatan diklatsar, dan hanya dari SMAN 8 Bandung yang melakukan sholat Jum'at. Alhamdulillah. Apapun kegiatan kalian, jangan sampai melupakan shalat, ya, Nak!

Kegiatan Bertahan Hidup Di Alam Bebas
Pelaksanaan sholat di lokasi diklat (gambar milik panitia diklatsar Acalapati SMAN 8 Bandung)
 
Pada sore harinya, pelajaran yang didapatkan oleh peserta yaitu materi bivak alam. Peserta diajarkan membuat tempat berlindung dari bahan-bahan yang ada di alam. Mereka mencari ranting, dahan dan dedaunan yang digunakan untuk membuat bivak alam.

Apakah nantinya peserta akan bermalam dengan menggunakan bivak yang terbuat dari daun dan dahan pohon tersebut? Iya, tapi panitia juga tidak mau mengambil banyak resiko. Bivak alam tersebut dilapisi oleh ponco (jas hujan) untuk mengantisipasi rembesnya air embun atau air hujan ke dalam bivak.

Baca juga : Menembus Kelembapan Tebing Lumut

Cara Bertahan Hidup Di Alam Bebas
Membuat bivak alam (gambar milik panitia diklatsar Acalapati SMAN 8 Bandung)

Di hari kelima, para peserta mendapatkan materi ketangkasan yang dilanjutkan dengan belajar berburu. Mereka diajarkan survival dengan memanfaatkan hewan yang ada di alam. Mereka berburu hewan dan mengolahnya untuk disantap,

Untuk membuat peserta benar-benar merasakan menyantap hewan yang berasal dari alam bebas, panitia menyediakan seekor ular phiton untuk diolah oleh peserta dan dijadikan santapan bagi mereka.

Setelah belajar cara menangkap ular dengan ukuran badan yang besar itu,peserta diklat menguliti hewan melata tersebut. Dan sebelum diolah, mereka meminta kakak panitia untuk mengabadikan ular tersebut bersama mereka.
  
Belajar Bertahan Hidup Di Alam Bebas
Berfoto bersama ular yang akan menjadi santapan
(gambar milik panitia diklatsar Acalapati SMAN 8 Bandung)
 
Akhirnya hari terakhir pelaksanaan diklat pun tiba. Jangan tanya, bagaimana senangnya saya menghadapi hari itu. Saat saya akan bertemu dengan anak perempuan saya hingga saya bisa mencium dan memeluknya lagi. Duuh ...rasanya ingin segera malam hari. Saat saya dan suami menjemput buah hati kami di sekolah. 

Di hari kelima, setelah sarapan, mandi pagi dan berolah raga, peserta menjalani pemeriksaan medis. Yang dilanjutkan long march menuju tempat truk yang akan mengangkut mereka berada. Truk yang mereka tumpangi tidak langsung menuju sekolah. Namun berhenti di daerah Bandung Utara. Dan dari sana, peserta berjalan (long march) menuju sekolah. Jarak yang mereka tempuh sekitar 12 km.

Ketika membayangkannya saja, sepertinya saya enggak sanggup. Berjalan jauh setelah lima hari berada di hutan dan menjalani berbagai kegiatan. Namun, sungguh di luar dugaan, anak-anak terlihat sehat, segar dan ceria ketika tiba di sekolah. Lihat saja, senyum mereka ketika berfoto bersama panitia. Meski terlihat sisa-sisa keletihan, namun mereka tampak bergembira.

Belajar Bertahan Hidup Di Alam Bebas
Foto peserta diklat bersama panitia
 
Salam takzim



Post a Comment

44 Comments

  1. Beratnya seorang Ibu kalau melihat anaknya jauh dari rumah :)

    ReplyDelete
  2. Keren! Pendidikan pecinta alam memang harus ada sejak dini. Nanti di perguruan tinggi nggak akan ada mata kuliah yang mengajarkan itu.

    Mbak juga keren, mengizinkan anak perempuannya ikut kegiatan pecinta alam. Semoga anaknya nggak kapok naik gunung ya, Mbak. Amin =)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dengan berat hati, mengizinkannya, Mas Yos hehehe..

      Delete
  3. Wahh kerrnnn..
    Jadi ingat outbound jaman SMA..
    Hal ini meruoakan salah satu aktifitas kerrn yang bisa membuatanak lupa gajet..
    Seru banget yahhh...
    Btw mbak nurul anak sulungnya udah SMA.wow
    Hahahha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihihi..iya Kak Ajeen...udah SMA. Kebayang kan, umur emaknya wkwkwk...

      Delete
  4. kenapa aku merasa seram ya.. hehe itu makan ular beneran? tapi salut sama ibunya yang rela anaknya ikut pecinta alam

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya juga seram membayangkan makan ular, mah, Mbak Dian. Gak mau kalau ditawarin juga hehehe..
      Rela gak rela, anaknya ikut Mbaak...jadi pikiran juga soalnya he he he. Dia ngikutin hobi ayahnya.

      Delete
  5. Tampaknya kalau saya akan berat jika anak saya ikutan pecinta alam, mbak hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama Mbak...dia dapat izin dari ayahnya yang memang punya hobi naik gunung. :(

      Delete
  6. Mantap bgt nih acara outbound-nya, sampai bikin bivak segala. Memang sedari dini harus diajarkan mengenai how to survive on the wild life, hal ini ditujukan agar anak2 memiliki bekal dalam kehidupan di alam.

    Apalagi Sekarang dengan melejitnya tren anak anak muda yang suka mendaki gunung, maka pengetahuan kehidupan alam seperti ini sangat dibutuhkan sebagai bekal ilmu untuk kehidupan di tengah hutan dan alam. Liar

    ReplyDelete
    Replies
    1. Survival, mungkin itu alasan satu-satunya saya mengizinkan anak untuk ikut PA. Meski berat ngelepasnya he he he

      Delete
  7. Aku tuh salut banget dengan anak-anak pencinta alam mbak, ngebayangin bawa carrier itu saja aku ngeri, nah mereka ngebawanya seperti tanpa bebean, ckkckccckkk

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya aja, gak sanggup membawanya Mbak. Apalagi mereka membawa beban seberat itu, berjalan naik gunung ..duuuh!

      Delete
  8. aku semangat banget baca cerita ini mba. aku suka dengan anak2 yang semngat banget ikut ekskul, apalgi yang agak2 ekstrim kayak pecinta alam gini. selain meltih kekuatan fisik, banyak bgt pelajran yang bisa diambil dari kegiatan pecinta alam, seperti kekompakan dengan tim, cara bersosialisasi dengan alam sekitar.. wah seru banget ih. semoga kegiata ekskulnya gak menggangu pada kegiatan belajr didalam kelas ya mba.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waah.. Mbak Mudri suka berpetualang ke alam juga ya?
      Iya, Mbak, diusahakan enggak sampai mengganggu kegiatan belajar.

      Delete
  9. eh tambahan, btw itu beneran ular phitonnya dimakan ya mba ?? aku ngeri ngebayanginnya, kenapa gak hewan lain aja ya yang buat contoh mengolah makanan di alam.

    ReplyDelete
  10. Seru banget! Ini kegiatanku zaman SMP dan SMA, gak nyesel pernah survival di hutan. Jangan terlalu banyak khawatir mbak, karena anak mbak akan tumbuh menjadi anak yang tahan banting secara mental dan fisik.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga ya, Mbak. Anak bisa tumbuh dan tahan banting

      Delete
  11. bagus donk punya anak cewek yg suka di alam bebas
    alam akan mengajarkan banyak hal yg tidak dapat di skul dan di rumah
    menempa fisik dan psikis mereka
    biasanya anak yg suka di alam lebih kuat
    lebih easy going
    dan mudah bergaul dan suka menolong serta memiliki empati yg tinggi
    dan yg paling penting mandiri
    saya dulu jg suka pramuka
    jd bisa merasakan gimana ditempa saat berada di alam

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin ..semoga anak-anak bisa lebih kuat, mudah bergaul dan memiliki empati yang tinggi serta mandiri ya...

      Delete
  12. Makan..ular, itu beneran...??? Kalo gak terdesak emang darurat banget ..harus makan ular... Apa gak geli ya...

    Wah anak cewe di izinin... Ibu kekinian..aku dulu banyak dilarang...maknku khawatiran..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Beneran, Mbak. Kata anak saya, rasanya gurih gitu. Saya yang ngebayanginnya aja, juga gak mau kalau disuruh makan..hihihi

      Delete
  13. Jaman SMA aku mana ada ekskul beginian.

    Kemping aja masih di sekolah :-)

    Acalapita itu singkatan apa ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Loh... zaman Kak Ucha, gak ada? Zaman saya sudah ada, loh...
      Acalapati, Kaak..bukan acalapita. Dan artinya pun, masih misteri bagi saya wkwkwk...

      Delete
  14. Wah keren banget aktivitasnya tapi aku mah nyerah pas ada makhluk tidak berkaki itu. AAA aku fobia soalnya :") mungkin kalo aku bakalan lagi kali ya :")

    ReplyDelete
  15. Aku jaman sekolah gak ada kepikiran buat ikut pecinta alam. Dulu gak tahan dingin, jd cari aman dg ikut ekskul yg dlm ruangan

    Namanya ortu pasti deg2 gan krn anaknya jelajah alam. Tp kalau dr sekolah udah ngasih pengawasan gitu, lumayan bikin lega

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya pun begitu, Mbak Jiah. Lebih memilih eskul yang santai-santai aja...hihihi

      Delete
  16. pasti rasanya tuh asik banget ya mba hidup di alam yang bebas. Walaupun, banyak halangand rintangan apalagi banyak orang gitu pasti asik banget tapi yang ga bisa dikompromi adalah kalo mau BAB dll gimana ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau mau BAB, di sungai Kak. Kalau enggak ada sungai, ya, di semak-semak he he he

      Delete
  17. MashaAllah...
    Senang sekali denga kegiatan positif anak-anak.

    Teteh sudah punya anak gadis yaa..
    Senang sekalii...
    Pasti bisa curhat-curhatan mello gittu deeh..


    Btw,
    SMAN 8 Bandung itu di daerah Bubat yaa, teh?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Lendy...saya udah punya anak gadis...bisa ketebak umur emaknya ya, kan? Hahaha...
      Iya, SMAN 8 di Bubat, Teh Lendy

      Delete
  18. wah seru banget! aku belom pernah wkwkwkw waktu sekolah gak pernah kemping pula. sedih deh :(

    ReplyDelete
  19. Saya salut nih dengan kakak panitianya yang berjuangbuntuk mensukseskan acara. Perziapan yang matang memberikan hasil yang maksimal. Aku jugaa sering ngelakuin ini dulu zaman sekolah dupaya makin akrab dengan alam

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya, Kak. Saya juga salut sama mereka. Acaranya sukses dan persiapannya cukup matang

      Delete
  20. Ya Allah... baca ini perasaan saya campur aduk. Gimana kalau itu anak perempuan saya? saya akan ngizinin gak ya? hehehe. tapia anak-anak perempuan saya masih kecil-kecil sih.
    Btw keren ya Mbak program sekolahnya. Bener-bener tertata rapi dan profesional, melibatkan pihak-pihak yang akan bertanggungjawab jika ada apa-apa. Salut banget sama sekolahnya, juga anak-anak yang berani, dan para ortu yang berhati lapang :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sesuangguhnya hati saya berat untuk melepas anak gadis ikut kegiatan ini, Mbak. Tapi ayahnya ngedukung juga, sih. Jadi anaknya milih ikutan.
      Saya juga agak tenang melepasnya karena sekolah dan pihak panitia menyelenggarakannya dengan cukup matang.

      Delete
  21. Aku baru tahu kalo pendaki itu ada ketwntuan juga dalam hal membawa bawaannya 1/3 dari berat badan.
    Selain itu juga, acara seperti ini sangat mengajarkan arti sebuah pertemanan. Saling berbagi dan saling membantu, itulah yg dipupuk.
    Thanks infonya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau terlalu berat nanti gak kuat untuk mendakinya, Mas

      Delete
  22. Waaah... serunya ada diklat pecinta alam di sekolah sekarang mbak! Di jaman saya dulu maksimal ekskul pramuka hehe :D

    Salut deh sama sekolah anaknya mbak, beneran total untuk mengenalkan alam. Di SMA adik ipar saya cuma sampai di pantai, sekedar kemping2 biasa aja

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung dan berkomentar. Mohon maaf, untuk menghindari SPAM, komentarnya dimoderasi dulu, yaa ^~^