Katanya memaafkan itu mudah, tapi ... kenyataannya tidak semudah itu, gaess hiks.
Bener, gak? Apakah sobat juga pernah mengalami hal yang sama?
Secara pribadi, saya sendiri orang yang memilih untuk berusaha melupakan. Karena pada kenyataannya memaafkan kesalahan orang lain itu lebih rumit dan sulit seperti yang selalu dianjurkan oleh orang-orang. Padahal diri ini juga tidak selalu benar. Pernah berbuat salah. Jadi lebih baik berusaha melupakan dan selalu ingat jika saya juga pernah berbuat salah serta berharap untuk bisa dimaafkan.
Dengan cara seperti itu rasa amarah biasanya akan mereda. Dan seiring waktu akan hilang. Saya alihkan semua perasaan dengan menyibukkan diri dengan kegiatan positif. Biasanya saya menyibukkan diri dengan mengurus blog, menulis naskah untuk dikirimkan kepada penerbit, berkebun atau mencoba menu baru hasil searching dari intenet :)
Kebiasaan sering melupakan suatu kejadian yang membuat saya kecewa atau marah, terbawa hingga sekarang. Akibatnya saya malah sering lupa dengan momen tertentu yang telah lalu. Sampai-sampai kedua adik saya sering menggoda, karena saya jadi sering lupa beberapa kejadian yang lalu. Bahkan mereka menganggap saya terlalu cuek hingga tidak memperhatikan beberapa hal.
Enggan mengingat bukan berarti cuek. Saya hanya ingin memelihara kesehatan mental saja. Terlalu banyak mengingat hal yang tidak menyenangkan membuat dada terasa sesak. Rasanya kesal kalau mengingat semuanya. Makanya saya lebih baik melupakan saja.
Memaafkan Tidak Semudah Membalikkan Tangan
Usaha saya untuk bisa meredam amarah dan berusaha melupakan, nyatanya tidak dilakukan oleh orang-orang di sekitar saya. Bahkan beberapa orang terdekat selalu saja mengungkit-ungkit sakit hatinya karena perlakuan orang lain. Secara lisan memaafkan tetapi karena luka di hatinya membuat mereka selalu membicarakan kesalahan orang lain.
Sebisa mungkin saya berusaha untuk memberikan pengertian bahwa mungkin orang itu khilaf atau tidak tahu. Saya berusaha meyakinkan supaya rasa amarahnya mereda. Karena kasihan juga, rasa kesal, amarah, dan dendam nanti bisa mendatangkan penyakit bagi mereka.
Misalnya saja saat salah satu keluarga dekat kebetulan mengetahui kesalahan dari pasangannya justru ketika pasangannya sudah berpulang. Sebut saja Kenanga. Usai pemakaman suaminya, kondisi Kenanga terlihat kacau. Antara sedih karena ditinggalkan oleh separuh hidupnya dan rasa amarah karena kesalahan yang terbuka jelas di depan mata.
Hari demi hari sejak suaminya meninggal, Kenanga selalu mengungkit kesalahan almarhum. Dia terlihat belum ada niat untuk memaafkan. Akibatnya hal ini berdampak pada kesehatan Kenanga yang semakin menurun. Rasa marah di hati mengundang penyakit. Sehingga tidak bijak kalau saya membiarkannya berlarut-larut. Takutnya malah membuat Kenanga jatuh sakit.
Di lain pihak saya juga tidak bisa menyalahkan. Saat hati terluka, memberi maaf jelas bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Ya, sekedar memaafkan mungkin mudah. Tapi perbuatan orang itu juga meninggalkan sebuah luka. Goresan luka yang mungkin saja tidak akan hilang. Lubang luka yang akan selalu menganga dan meninggalkan keresahan.
Kenanga juga pernah mengungkapkan perasaannya mengenai almarhum. Biar bagaimanapun pasangannya pernah menjadi bagian indah di dalam hidupnya. Tentunya sudah ada kata maaf untuk almarhum. Namun butuh waktu yang lama hingga bertahun-tahun untuk melupakan rasa sakit di hatinya.
Kisah Kenanga mungkin terlihat lebih mudah bagi orang lain yang juga tersakiti. Seperti yang dialami oleh salah satu kenalan saya, sebut saja Melati.
Berbeda dengan Kenanga yang sudah tidak akan bertemu lagi dengan orang yang sudah menyakitinya, Melati justru harus siap menghadapi orang yang menyakitinya setiap hari.
Pertemanan yang dulu begitu dekat kini berubah menjadi renggang, usai Melati merasa disakiti oleh Y.
Melati sudah berusaha memaafkan tapi ketika dia berusaha melupakan kesalahan Y, justru semakin kuat ingatan luka yang pernah diberikan kepada Melati. Menghabiskan waktu bersama temannya justru jadi saat yang begitu menyiksa.
Beberapa orang memberikan masukan supaya Melati menjaga jarak. Melati tidak harus selalu berteman dengan Y. Buatlah lingkaran pertemanan yang baru untuk kesehatan mentalnya. Tetapi Melati menolak untuk menjauh. Dia merasa harus rela berkorban perasaan supaya pertemanan yang sudah terbangun tidak menjadi retak. Sepertinya Melati lebih menghargai ikatan pertemanan yang sudah ada daripada memenangkan ego pribadi.
Salut, sih, dengan sikap yang diambil oleh Melati. Dia bisa berusaha memaafkan meskipun dalam kenyataannya begitu sulit. Melati juga mengakui jika semua tidak sama seperti dahulu. Ada yang berubah dengan cara dia berkomunikasi dengan Y. Melati hanya berharap dengan sikapnya itu, dia bisa belajar menjadi lebih dewasa.
Yuk, Belajar Memaafkan!
Perbedaan sikap yang diambil oleh saya, Kenanga atau Melati menunjukkan bahwa setiap kesalahan itu bisa memberikan luka di hati orang lain. Oleh karenanya kita harus berusaha sebisa mungkin untuk tidak melakukan kesalahan yang menyakiti orang lain.
Berikut ini beberapa cara yang bisa buat kita lebih mudah memberi maaf. Mudah-mudahan ada yang bisa kita tiru, yaa...
Fokus pada Kebaikannya
Ketika ada seorang lain yang berbuat salah, cobalah untuk mengingat semua kebaikannya. Ingat-ingat perbuatan baik yang sudah dia lakukan pada kita. Lalu bandingkan mana yang lebih dominan? Kebaikannya atau kesalahannya?
Kalau dia sahabat atau keluarga, kemungkinan besar lebih banyak kebaikannya, bukan? Maka dengan mengingat itu, semoga bisa lebih mudah memaafkan.
Ingat, Dendam itu gak Baik!
Sebenarnya jika kita tidak memberi maaf, yang rugi bukan hanya orang lain. Tapi kita sendiri juga bisa rugi. Dengan menyimpan amarah atau dendam bisa berdampak buruk untuk kesehatan kita sendiri.
Rasa amarah dapat membuat kita stres dan ini bisa meningkatkan risiko munculnya penyakit berbahaya seperti hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit berbahaya lainnya.
Kita Juga Butuh Dimaafkan
Hal penting yang harus selalu kita ingat yaitu suatu saat kita juga butuh dimaafkan. Kita bukanlah orang yang sempurna. Takutnya secara gak sengaja melakukan kesalahan dan menyakiti orang lain. Nah, di saat itu kita butuh dimaafkan, bukan?
Kalau kita bukan tipe pemaaf, bagaimana kita berharap orang lain bisa memaafkan kita? Bahkan mungkin saja ada orang yang sudah memaafkan kita di masa lalu. So, berbesar hatilah untuk bisa memaafkan.
Beri Waktu untuk Diri
Sementara waktu, jaga jarak dari lingkungan tempat orang yang menyakiti kita. Berada di lingkungan yang sama dapat membuat kita sulit untuk menghilangkan rasa marah dan benci. Jangan bertemu untuk sementara waktu untuk menenangkan diri. Setidaknya hingga rasa amarah dan kesal mulai mereda.
Ambil waktu untuk diri sendiri. Renungkan semua yang telah terjadi dan ambil hikmah dari setiap kejadian.
Tuliskan Perasaan
Pernahkah sobat mendengar bahwa menulis merupakan alat sederhana untuk menjaga kesehatan mental? Menuliskan semua perasaan yang ada di dada bisa melepas gejolak amarah dan membuat pikiran serta hati menjadi lebih lega. Tuliskan segala hal tentang perasaan yang ada seperti ketika curhat dengan sahabat.
Setelah menulis biasanya kita akan mulai memahami dan mencerna semua yang telah menyakiti dan membuat kesal kita. Dengan begitu pikiran akan lebih terbuka dan bisa mulai memaafkan diri sendiri.
Ambil Pengalaman dan Hikmahnya
Pengalaman merupakan guru terbaik untuk segala hal. Terutama jika dialami secara langsung oleh kita. Jadikan semua yang telah terjadi dan ambil hikmahnya. Pahami pelan-pelan bahwa rasa kesal dan amarah bisa dijadikan pelajaran dari sebuah perbedaan.
Beribadah
Menghilangkan rasa amarah dan benci yang begitu besar, salah satunya dengan cara menjalankan ibadah. Gunakan waktu untuk berkomunikasi dengan Sang Maha Pencipta. Beribadah dengan khusyu dapat menjadi alat terapi, terutama bagi yang sulit bercerita kepada orang lain. Selain itu, kita bisa lebih ikhlas menerima kenyataan.
Yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Ali Imran: 134)
Lakukan Afirmasi Pada Diri
Lakukan afirmasi diri berulang kali supaya tidak memelihara rasa marah. Karena benih-benih kemarahan jika dibiarkan berkecamuk dalam hati tanpa bisa dikendalikan, bisa-bisa jadi rasa dengki dan iri hati. Bahaya, deh!
Soalnya keduanya merupakan penyakit hati yang lebih banyak keburukannya dibandingkan rasa amarah itu sendiri. Oleh karenanya disarankan untuk belajar memaafkan. Maaf bisa meredam gejolak kemarahan dan membersihkan jiwa dari rasa dengki, benci dan kesal.
Berhentilah untuk mencari kesalahan orang lain dan mempermasalahkan kekurangannya. Lihatlah ke dalam diri kita sendiri, berapa banyak kekurangan diri. Dengan begitu kita bisa lebih memaafkan kesalahan orang lain.
Bagaimana? Masih sulit untuk memaafkan? Sobat punya pengalaman mengenai cara mudah memaafkan kesalahan orang lain? Sharing, yuk!
Salam takzim
0 Comments
Terima kasih sudah berkunjung dan berkomentar. Mohon maaf, untuk menghindari SPAM, komentarnya dimoderasi dulu, yaa ^~^