Saat ini sebagian besar masyarakat Indonesia masih menjadikan nasi sebagai makanan pokok yang harus dikonsumsi setiap hari. Bahkan ada istilah belum kenyang apabila belum makan nasi. Kondisi ini sebenarnya sudah menjadi perhatian pemerintah. Melalui Kementerian Pertanian dalam hal ini Badan Ketahanan Pangan telah mengampanyekan bahwa kenyang itu tidak harus makan nasi. Hal ini sebagai upaya dari percepatan diversifikasi pangan.
Banyak alternatif jenis makanan sebagai bagian dari diversifikasi pangan dalam upaya meningkatkan konsumsi pangan lokal dan usaha menurunkan konsumsi beras. Jenis makanan lokal yang mudah didapat dan diolah menjadi panganan lezat.
Diversifikasi Pangan, Hanjeli Pengganti Beras
Berdasarkan sumber dari Badan Pangan Nasional bahwa dalam roadmap diversifikasi pangan tahun 2020-2024, terdapat beberapa komoditas pangan lokal sumber karbohidrat selain beras yang dapat dikonsumsi seperti singkong, talas, sagu, jagung, atau kentang.
Selain pangan lokal yang sudah direkomendasikan oleh Badan Pangan Nasional, ternyata ada alternatif pengganti beras lainnya yang sama enaknya. Tanaman jali-jali atau hanjeli diketahui bisa dimanfaatkan dan diolah menjadi beragam pangan alternatif pengganti beras. Hanjeli ini bisa diolah menjadi beberapa alternatif panganan seperti nasi liwet hanjeli, bubur hanjeli, dodol, rengginang, dan kicimpring hanjeli.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh seorang mantan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yaitu Kang Asep Hidayat Mustopa, diketahui bahwa jumlah kandungan protein pada hanjeli sebanyak dua kali lipat dari beras. Sebenarnya siapakah sosok Asep yang mengenalkan tanaman hanjeli sebagai alternatif pangan pengganti beras ini?
Mengenal Asep Hidayat Mustopa
Sosok Asep Hidayat Mustopa merupakan warga Desa Waluran Mandiri, Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Lelaki yang kerap dipanggil Abah Asep itu, merupakan sosok yang sangat peduli dengan lingkungan sekitarnya.
Asep Hidayat Mustopa (sumber: mediaindonesia. com) |
Sekitar tahun 2007, Asep bekerja di Arab Saudi sebagai seorang Pekerja Migran Indonesia. Dia bekerja selama dua tahun di Arab dan kembali ke Indonesia pada tahun 2009. Sepulangnya ke Indonesia, Asep menyadari bahwa banyak masyarakat di daerahnya terutama kaum perempuan yang merantau hingga ke luar negeri untuk mendapatkan penghasilan.
Banyaknya warga di daerahnya yang merantau membuat Asep berpikir untuk memberdayakan mereka hingga tidak perlu merantau ke luar negeri dan meninggalkan keluarganya.
Selain melihat kondisi warga di daerahnya yang pergi merantau ke luar negeri, Asep juga tertarik mengembangkan tanaman hanjeli yang banyak tumbuh di daerahnya. Ketertarikan Asep membudidayakan hanjeli berawal ketika bibinya membawakan bubur hanjeli yang ternyata terasa enak di lidahnya.
Setelah melakukan beberapa riset, Asep menemukan bahwa hanjeli bisa dijadikan alternatif makanan pengganti beras sebagai makanan pokok. Mengonsumsi hanjeli, bisa jadi solusi pengganti beras yang kebutuhannya kini makin meningkat di masyarakat. Sedangkan ketersediaan beras akhir-akhir ini cukup terbatas.
Dari dua masalah yang menjadi perhatian Abah Asep menjadi alasannya mendirikan Kelompok Wanita Tani (KWT) dan mengenalkan budidaya tanaman hanjeli sebagai bahan makanan pengganti beras. Solusi yang tidak terpisahkan dari kedua masalah yang menjadi konsentrasinya setelah kembali ke tanah kelahirannya.
Kelompok Wanita Tani Mekar Mandiri
Melihat banyaknya warga perempuan di daerahnya yang harus pergi meninggalkan keluarga untuk mencari penghasilan menjadi alasan utama bagi Asep untuk membentuk Kelompok Wanita Tani (KWT). Dibentuknya kelompok ini juga dapat menjadi tempat untuk berkegiatan bagi mereka yang sudah pulang dari luar negeri.
Salah satu bentuk kegiatan Kelompok Wanita Tani di Waluran Kabupaten Sukabumi ini mengolah hanjeli yang dijadikan sebagai bahan makanan dan dibuat menjadi aksesoris seperti kalung dan gelang. Kegiatan ini dilakukan untuk pemberdayaan masyarakat dalam usaha meningkatkan ekonomi yang berkelanjutan.
Komunitas Wanita Tani ini beranggotakan sekitar 100 wanita yang terlibat proses budidaya hanjeli. Sedangkan lahan yang dimanfaatkan untuk menanam hanjeli sekitar 5-6 hektar. Secara bersama-sama, anggota KWT mengolah hanjeli menjadi dodol, bolu, brownies dan olahan lainnya.
Proses pembuatan dodol hanjeli (sumber: radarsukabumi .com) |
Budidaya Hanjeli Pengganti Beras
Pengalamannya merasakan kelezatan bubur hanjeli, membuat Asep berniat membudidayakan hanjeli sebagai alternatif makanan pengganti. Langkah pertama yang dilakukan yaitu mendatangi teman-temannya yang ada di beberapa kecamatan di Kabupaten Sukabumi untuk melakukan riset. Dari hasil riset tersebut, Abah Asep meyakini jika khasiat hanjeli bisa melebihi nasi. Kemudian lelaki yang waktu itu menjadi petugas Program Keluarga Harapan (PKH) mulai mengajak warga sekitar untuk menanam hanjeli.
"Pada awalnya warga tidak begitu merespon bahkan ada yang mengolok-oloknya. Namun setelah mengetahui bahwa hanjeli bisa bernilai ekonomis, perlahan warga pun ikut menanam hanjeli. Saat itu penanamannya dilakukan dengan cara tumpang sari di sawah atau di kebun jagung," ungkap Asep ketika bercerita awal kisahnya.
Budidaya hanjeli ini akhirnya bisa mengubah paradigma masyarakat yang menganggap hanjeli hanya sebagai tanaman pagar yang tidak bernilai, kini dapat bernilai ekonomis. Cara menanam hanjeli ini pun cukup mudah, bisa tumbuh tanpa membutuhkan banyak air, dan tahan lama.
Dalam proses pembudidayaan tanaman hanjeli, warga Desa Waluran bekerja sama dengan beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Padjadjaran (UNPAD), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Institut Pertanian Bogor (IPB) dan perguruan tinggi lainnya.
Sedangkan untuk memasarkan hanjeli, olahannya sudah menjangkau hingga pelosok negeri bahkan sampai ke negeri Cina. Tanaman hanjeli ini banyak dibutuhkan oleh warga Cina untuk dijadikan obat.
Meningkatkan Perekonomian di Desa Wisata Hanjeli
Keberhasilan Asep membentuk kelompok wanita tani dan membudidayakan hanjeli, menjadikan Desa Waluran sebagai desa wisata pangan pertama di Indonesia yang berbasis komunitas. Selain itu masyarakat di sana juga menciptakan Desa Wisata Hanjeli dengan konsep wisata edukasi yang mempunyai potensi pariwisata dan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitarnya.
Hampir setiap minggu, Desa Wisata Hanjeli dikunjungi oleh wisatawan yang datang dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Wisatawan yang datang akan dikenalkan tentang kandungan gizi hanjeli, cara pengolahan hanjeli dan produk hasil pengolahan hanjeli.
Penerima Apresiasi SATU Indonesia Award (SIA)
Keberhasilan Asep Hidayat Mustopa sebagai orang yang memberikan dampak positif besar dan berkontribusi berkelanjutan pada usaha pembangunan di daerahnya, membuat dia menjadi salah satu penerima SATU Indonesia Award (SIA).
Adapun penghargaan Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Award merupakan penghargaan yang diberikan oleh PT Astra Internasional bagi generasi muda, baik individu atau kelompok, yang menjadi pelopor dan melakukan perubahan positif bagi masyarakat sekitarnya. Kontribusinya bisa dilakukan di bidang lingkungan, pendidikan, kesehatan, kewirausahaan, dan teknologi.
Semoga kepedulian Asep Hidayat Mustopa terhadap lingkungan dan masyarakat sekitarnya bisa menjadi inspirasi bagi generasi muda lainnya. Dari pengalamannya kita bisa belajar bahwa tidak ada yang tidak mungkin. Dengan semangat dan keyakinannya, Asep bisa menjadi sosok yang berdaya guna bagi masyarakat, bangsa dan negaranya.
Semoga bermanfaat.
Referensi:
https://anugerahpewartaastra.satu-indonesia.com/2024/assets/files/2024/List-Penerima-Apresiasi-SATU-Indonesia-Awards-2010-2023.pdf
https://jurnalsukabumi.com/2022/11/17/desa-wisata-hanjeli-distan-solusi-hadapi-krisis-pangan
https://mediaindonesia.com/weekend/335065/asep-hidayat-mustopa-menghidupkan-kembali-jali
https://radarsukabumi.com/kabupaten-sukabumi/hanjeli-sukabumi-bakti-untuk-negeri-budidayakan-pangan-pengganti-padi/
Salam takzim
12 Comments
Hanjeli sama vanelli berbeda kah ? atau masih saudarannya balotelli ... wkwkwkw
ReplyDeletehanjeli ini seperti jelai bukan sih? kayaknya agak mirip gitu, sepertinya tanaman ini juga cocok ya ditanam di Indonesia, meskipun musim kemarau sepertinya tidak membutuhkan banyak air, nutrisinya juga nggak kalah dengan beras
ReplyDeleteIyaa hahahha stigma belum makan kalau belum makan nasi harus segera di revisi. Padahal banyak juga sumber pangan lainnya yang bisa mengenyangkan termasuk hanjeli yang bisa dimanfaatkan menjadi beragam olahan variatif. Keren mas Asep bisa membudidayakan hanjeli sebagai alternatif makanan pengganti, dengan edukasi khasiatnya yang melebihi nasi.
ReplyDeleteDuh mantap nih ada artikel Kang Asep dari Sukabumi. Beliau memang luar biasa, sekarang hanjeli di Sukabumi sudah mulai banyak dikenal masyarakat. Bahkan kalau biasanya kita mengenal ada bubur kacang ijo, di Sukabumi sudah mulai banyak yang menjajakan bubur hanjeli. Rasanya agak mirip sih dengan bubur kacang ijo, tapi bulatan hanjeli memang lebih besar dibandingkan kacang ijo
ReplyDeleteAsep Hidayat Mustopa ini kreatif dan inovatif. Dia memang layak menerima penghargaan SATU Astra.
ReplyDeleteAkupun taunya hanjeli ini banyak dipakai untuk dijadikan obat herbal. Baru tau kalo hanjeli bisa menjadi alternatif pangan pokok pengganti nasi.. keren kang Asep mencoba mengedukasi masyarakat soal ketahanan pangan lewat hanjeli
ReplyDeleteLho, kok, saya kudet baca artikel ini. Karena baru denger tanaman dengan nama "Hanjeli". Oke kalo gitu siap buka wawasan baru bersama Gugel. Btw salut buat komunitasnya yg sangat berdaya.
ReplyDeleteBaru tahu tentang hanjeli sebagai pengganti beras. Terima kasih sudah berbagi informasi yang menarik ini, Mbak Nurul. Jadi pengen coba hanjeli, apalagi kalau ternyata lebih sehat dan ramah lingkungan
ReplyDeleteSaya tadi googling dulu karena baru tau tentang hanjeli. Keren sih inovasinya. Saya pun pernah mencoba beberapa tanaman pengganti beras dan rasanya enak. Hanya memang dari segi harga masih cukup tinggi dibandingkan beras. Semoga aja, nanti hanjeli bisa semakin banyak diproduksi dan benar-benar menjadi makanan alternatif pengganti beras yang bisa menjangkau banyak kalangan
ReplyDeleteBaru tahu ada tanaman hanjeli, meski lihat gambarnya tapi masih belim terpikirkan produknya yang kyk apa.Tapi bagus lha kalau ada yang memanfaatkannya sebagai bahan pangan soalnya kita terlalu tergantung pada beras ya, padahal potensi pangan tiap daerah tu beda2.
ReplyDeleteKeren banget ya kak Keberhasilan Asep Hidayat Mustopa sebagai orang yang memberikan dampak positif besar dan berkontribusi berkelanjutan pada usaha pembangunan di daerahnya,
ReplyDeleteAbah Asep ini, pantas mendapatkan apresiasi setinggi-tingginya. Bekerja di tanah orang, lalu pulang untuk memberdayakan warga bersama. Pastinya Abah Asep punya rasa simpati yang tinggi. Tentunya, apa yang dilakukan olehnya ini, sedikit demi sedikit akan membantu negara keluar dari ketergantungan terhadap beras sebagai komoditi utama
ReplyDeleteTerima kasih sudah berkunjung dan berkomentar. Mohon maaf, untuk menghindari SPAM, komentarnya dimoderasi dulu, yaa ^~^