Kasih ibu kepada anaknya sepanjang jalan. Terus bersemi, tanpa ada akhirnya. Sangat disayangkan, apabila banyak pengorbanan seorang ibu yang sering terlupakan oleh kita. Semua yang dilakukan oleh seorang ibu hanya berlandaskan dari rasa ikhlas semata. Rela melakukan segalanya untuk memperjuangkan nasib anaknya. Kadang kala rela tidak makan, jika melihat buah hatinya belum makan. Bahkan ada yang rela bekerja keras, meskipun membuat lelah fisiknya demi melihat kebahagiaan anaknya. Lalu, apa yang terjadi bila ibu berpisah dengan buah hati yang dicintainya?
Hal inilah yang membuat saya maklum ketika melihat beberapa orang ibu begitu riweuh atau rempong ketika hendak berpisah dengan buah hatinya. Padahal bukan berpisah untuk waktu yang lama atau dipisahkan oleh tempat yang begitu jauh. Hanya berpisah selama 4 hari 3 malam saja, untuk pergi study tour bersama sekolahnya, loh!
Ya, cerita ini berawal dari kegiatan study tour yang diikuti oleh anak perempuan saya ke kota Yogyakarta, beberapa bulan yang lalu. Jarak tempuh antara kota kami dan Yogyakarta sekitar 10 jam di perjalanan. Apabila alur lalu lintas padat, jarak tempuhnya bisa mencapai 12 jam. Melepas anak yang belum besar, tapi juga tidak terlalu kecil alias anak tanggung, memang tidaklah mudah. Terlalu banyak hal yang begitu dikhawatirkan oleh orang tua.
Pada waktu itu, kegiatan yang dilaksanakan setiap satu tahun sekali di sekolah kakak dimulai pada Hari Jumat dan peserta wajib berkumpul di depan alun-alun Kota Subang. Sekitar jam 4 sore, sebagian besar siswa kelas 8 sudah datang dan bergegas masuk ke dalam busnya masing-masing. Begitu pula dengan anak sulung saya.
Sebagian orang tua, tidak langsung pergi meninggalkan lokasi tempat peserta study tour berkumpul. Mereka lebih memilih duduk-duduk di pinggir alun-alun, ada yang memilih menunggu di pelataran mesjid agung dan ada pula yang duduk di samping bus anak mereka.
Saya juga memilih duduk tidak jauh dari tempat parkir bus yang dinaiki oleh kakak. Dari tempat saya duduk, perhatian saya tertuju pada beberapa orang tua dengan berbagai macam ungkapan kasih sayang mereka. Mari simak pengamatan saya, ketika melihat beberapa ibu hendak berpisah dengan buah hati mereka.
Ibu Berpakaian Hijau Tosca
Di samping kanan tempat saya duduk, ada seorang ibu beserta suami dan anak mereka yang masih kecil. Mereka duduk bersama sambil melihat ke arah bus yang terparkir di seberang jalan. Keluarga kecil itu, terlihat berbincang, dan tidak berapa lama, saya mendengar ibu dengan jilbab hijau itu, berbicara melalui telepon genggamnya.
Saya sempat melihat ibu tersebut melambai-lambaikan tangannya ke arah bus, dan saya juga melihat, menyembul kepala kecil di jendela bagian belakang sedang tersenyum ke arah keluarga di samping saya.
Ibu Dengan Tunik Kuning
Suara keluarga itu hening sejenak hingga membuat perhatian saya tertuju pada ibu muda yang ada di sebelah kiri. Ibu itu duduk di atas motor metiknya. Seperti ibu berpakaian hijau tosca tadi, ibu muda ini pun saya lihat sedang menggunakan telepon genggamnya.
Wanita paruh baya di pelataran mesjid
Melihat masih banyaknya siswa yang berlalu lalang, sepertinya waktu keberangkatan tidak sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Hampir setengah jam berlalu, tapi belum ada tanda-tanda deretan bus itu akan diberangkatkan. Anak lelaki saya, mendadak ingin ke kamar kecil. lalu kami pun bergegas menuju toilet yang berada di mesjid.
Ketika menunggu anak saya buang air kecil, duduk di samping saya seorang wanita paruh baya. Tidak berbeda dengan dua ibu sebelumnya, wanita yang sibuk mengasuh seorang anak balita itu pun terdengar sedang berbicara melalui telepon genggamnya.
Tiba juga saatnya rombongan study tour dari sekolah anak perempuan saya itu, diberangkatkan. Pemandangan yang menguras emosi pun terjadi. Acara saling melambaikan tangan dan seruan yang mengandung kata-kata nasehat dari para orang tua pun mengiringi kepergian anak kelas 8 tersebut.
Tanpa terasa mata saya juga ikut tergenang. Entah kenapa, terasa berat melepas gadis kecil saya pergi sendiri ke tempat yang jauh. Wajar dong, jika kekhawatiran seorang ibu yang akan berpisah dengan buah hati, mulai menghinggapi perasaan saya.
Jika anak saya tahu, pasti dia akan protes. Kakak bukan gadis kecil lagi, Bu! Kakak mah udah gede, atuh! He..he..he
Ya, Nak. Kakak memang sudah hampir berumur 15 tahun. Tapi kakak masih kecil bagi ibu. Ingin rasanya ibu tetap berada di sampingmu dan menjaga kemana pun kakak berada.
Ah, tapi anak perempuan saya juga harus bisa belajar mandiri. Bila saya terus memeluknya, melarang dia pergi jauh, dia akan merasa di kekang oleh ibunya. Padahal ibu hanya ingin memberikan kasih sayang yang memerdekakan, dan bukan membuat anak ibu merasa terkungkung.
Loh, kok jadi curhat? Bhahaha..
Tapi ternyata semua ibu itu, sama bukan? Agak berat jika harus berpisah dengan buah hatinya. Terbukti dari penglihatan saya yang hanya berkisar antara setengah hingga satu jam tadi. Semua ingin yang terbaik untuk anaknya. Ingin anak mereka sehat dan tentu saja selamat, kembali sampai di rumah.
Nah, bagaimana dengan pengalaman teman-teman? Pernahkah merasa galau ketika akan berpisah dengan anak-anak?
Pada waktu itu, kegiatan yang dilaksanakan setiap satu tahun sekali di sekolah kakak dimulai pada Hari Jumat dan peserta wajib berkumpul di depan alun-alun Kota Subang. Sekitar jam 4 sore, sebagian besar siswa kelas 8 sudah datang dan bergegas masuk ke dalam busnya masing-masing. Begitu pula dengan anak sulung saya.
Sebagian orang tua, tidak langsung pergi meninggalkan lokasi tempat peserta study tour berkumpul. Mereka lebih memilih duduk-duduk di pinggir alun-alun, ada yang memilih menunggu di pelataran mesjid agung dan ada pula yang duduk di samping bus anak mereka.
Saya juga memilih duduk tidak jauh dari tempat parkir bus yang dinaiki oleh kakak. Dari tempat saya duduk, perhatian saya tertuju pada beberapa orang tua dengan berbagai macam ungkapan kasih sayang mereka. Mari simak pengamatan saya, ketika melihat beberapa ibu hendak berpisah dengan buah hati mereka.
Ketika Ibu Berpisah Dengan Buah Hati |
Di samping kanan tempat saya duduk, ada seorang ibu beserta suami dan anak mereka yang masih kecil. Mereka duduk bersama sambil melihat ke arah bus yang terparkir di seberang jalan. Keluarga kecil itu, terlihat berbincang, dan tidak berapa lama, saya mendengar ibu dengan jilbab hijau itu, berbicara melalui telepon genggamnya.
"Kemana aja, Teh? Mamah sampai minta Tya manggil Teteh?"Percakapan di telepon pun terus dilanjutkan oleh sang ayah. Karena agak jauh, saya tidak begitu mendengar apa yang mereka bicarakan. Dan dimanakah anak mereka berada? Di dalam bus yang ada di depan mereka. Anak mereka belum pergi kemana-mana, masih ada di dalam bus, loh! ^-^
Sepi, sejenak. Sepertinya anak perempuan ibu itu, sedang menjelaskan sesuatu.
"Iya, tapi handphone-nya dipegang. Nanti kalau Mamah telepon, gak di jawab lagi sama Teteh. Di pegang terus ya,... Iya, di simpan dalam tas, aja. Nanti kalau udah sampai Yogya, terus Mamah mau menghubungi Teteh, gimana? Terus dibawa ya ... Inget jangan sampai ketinggalan."
Saya sempat melihat ibu tersebut melambai-lambaikan tangannya ke arah bus, dan saya juga melihat, menyembul kepala kecil di jendela bagian belakang sedang tersenyum ke arah keluarga di samping saya.
Ibu Dengan Tunik Kuning
Suara keluarga itu hening sejenak hingga membuat perhatian saya tertuju pada ibu muda yang ada di sebelah kiri. Ibu itu duduk di atas motor metiknya. Seperti ibu berpakaian hijau tosca tadi, ibu muda ini pun saya lihat sedang menggunakan telepon genggamnya.
Ibu muda itu berbicara sambil membenarkan letak kaca spion sebelah kanan di motornya. Saya tidak tahu, bus mana yang ditumpangi oleh anak ibu berbaju kuning itu. Tapi jika mendengar pembicaraannya, tidak berbeda dengan ibu yang pertama. Anak dari ibu yang kedua itu, masih ada di dalam bus yang berjajar di hadapan kami."Hati-hati di Yogya ya, Dek! Kalau mau jalan-jalan, jangan sendirian. Pergi bareng-bareng sama teman kamu, ya... Pokoknya Ade jangan jalan sendirian. Nanti kalau ada apa-apa, gimana? Ya, inget bareng sama teman-teman, Dek! Berkelompok ya..."
Wanita paruh baya di pelataran mesjid
Melihat masih banyaknya siswa yang berlalu lalang, sepertinya waktu keberangkatan tidak sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Hampir setengah jam berlalu, tapi belum ada tanda-tanda deretan bus itu akan diberangkatkan. Anak lelaki saya, mendadak ingin ke kamar kecil. lalu kami pun bergegas menuju toilet yang berada di mesjid.
Ketika menunggu anak saya buang air kecil, duduk di samping saya seorang wanita paruh baya. Tidak berbeda dengan dua ibu sebelumnya, wanita yang sibuk mengasuh seorang anak balita itu pun terdengar sedang berbicara melalui telepon genggamnya.
"Simpan di kantong plastik aja sepatunya. Lebih baik pakai sendal saja. Bunda lihat, teman-temanmu juga banyak yang pakai sendal. Nanti kalau sampai hotel, baru pakai sepatunya lagi. Iya, Bunda masih di depan Mesjid Agung."Apabila mendengar dari pembicaraan ibu itu, saya menduga anaknya pastilah masih satu rombongan dengan anak saya. Dan tentu saja, anak kami belum kemana-mana. Masih ada di depan kami. Hanya mereka ada di dalam bus dan tidak terlihat oleh orang tuanya.
Tiba juga saatnya rombongan study tour dari sekolah anak perempuan saya itu, diberangkatkan. Pemandangan yang menguras emosi pun terjadi. Acara saling melambaikan tangan dan seruan yang mengandung kata-kata nasehat dari para orang tua pun mengiringi kepergian anak kelas 8 tersebut.
Tanpa terasa mata saya juga ikut tergenang. Entah kenapa, terasa berat melepas gadis kecil saya pergi sendiri ke tempat yang jauh. Wajar dong, jika kekhawatiran seorang ibu yang akan berpisah dengan buah hati, mulai menghinggapi perasaan saya.
Jika anak saya tahu, pasti dia akan protes. Kakak bukan gadis kecil lagi, Bu! Kakak mah udah gede, atuh! He..he..he
Ya, Nak. Kakak memang sudah hampir berumur 15 tahun. Tapi kakak masih kecil bagi ibu. Ingin rasanya ibu tetap berada di sampingmu dan menjaga kemana pun kakak berada.
Ah, tapi anak perempuan saya juga harus bisa belajar mandiri. Bila saya terus memeluknya, melarang dia pergi jauh, dia akan merasa di kekang oleh ibunya. Padahal ibu hanya ingin memberikan kasih sayang yang memerdekakan, dan bukan membuat anak ibu merasa terkungkung.
Loh, kok jadi curhat? Bhahaha..
Kasih ibu sepanjang masa |
Nah, bagaimana dengan pengalaman teman-teman? Pernahkah merasa galau ketika akan berpisah dengan anak-anak?
23 Comments
Sampai umur berapapun, namanya ibu akan merasa galau saat harus berpisah dengan anaknya ya Mak. Tapi kalo aku sih alm. Papa yg seperti itu, kalo mama lebih santai hehehe
ReplyDeleteIya, ibu manapun pastinya galau jika harus berpisah dengan anaknya. Tapi ternyata seorang Papa juga bisa khawatir dengan anaknya ya...
Deletedari kecil aku mah suka naruh anak2 liburan ke neneknya dan aku pulang lagi. jadi aku sudah membiasakan anak-anak pergi tanap daku. Mereka suka naik travel ke bandug tanpa aku. tapi akhirnya aku gak gitu was2 kalau mereka pergi karena aku atu anak2 sudah tahu apa yg mereka ahrus lakukan kalau ada apa2 . rindu selalu, apalagi anakku sekarang sdh besar dan hiudp merantau
ReplyDeleteWah..anak-anaknya Mbak Tira, udah biasa mandiri ya..
Deletepernah banget mbak, bukan anak yang ninggalin tapi saya, waktu itu prajab dan diklat 3 minggu, kangennn banget sampe nangis bombay
ReplyDeleteHu..hu..hu, saya juga pernah mbak, ninggalin anak karena ada pelatihan dari kantor. Hanya 3 hari 2 malam, tapi kangennya gak nahan he..he..
Deletepastinya,... anak menurut ibu itu adalah harta yang paling berharga jika dibandingkan dengan apapun. ibu rela bertaruh nyawa demi anaknya.
ReplyDeleteYa Mas, untuk anaknya apapun akan dilakukan oleh ibu
Deletekalau saya dah biasa ninggalin anak2 krn dinas keluar kota/negeri mbak... tetep juga älert" banget dg kondisi mrk di rumah. tp pasti beda banget rasanya kalau anak-anak2 yg pergi, meskipun hanya studi tour yaa.
ReplyDeleteHi..hi..hi,,iya mbak, beda rasanya kalau kita yang ditinggalin :)
DeleteAku mungkin jg baper kalau anak-anakku jauh dari aku. Tapi saat dewasa nanti, kalau memang merantau/ pergi dari rumah adalah yang terbaik buat mereka, ya kudukung, insyaallah :D
ReplyDeleteHarus siap ya Mbak, karena mereka lama-kelamaan memang harus mandiri
Deletesaya pergi merantau di umur 15 tahun. saya tahu ibu saya merindukan saya, itu sebabnya saya selalu berpesan pada ibu "Jika ibu ingin bertemu langsung dengan saya, cukup bilang saja, hari itu juga saya akan segera pulang".
ReplyDeleteNamun ibu selalu menolak dengan alasan "Tiket mahal, mbak, kasian kamu"
Ahh ibu.. *mendadak kangen ibu*
*Balada perantau Jakarta - Papua Barat*
Haah..jauh amat mbak...
DeleteKirim doa juga, Insyaallah bisa mengobati rasa kangen :)
Kalau bepergian, aku tahu anak2 bersama orang tepat, bapaknya, jadi tidak galau di perjalanan. Kadang menelpon untuk memastikan mereka nyaman atau tidak, tapi lebih ke ingin mendengar celoteh mereka yang pasti rame.
ReplyDeleteWah, mbak Susi dan suami memang kompak ya.. meninggalkan anak dengan ayahnya memang pilihan yang tepat. Kita jadi tenang, karena anak-anak diasuh oleh orang yang dekat dengan anak-anak.
DeleteJangankan pisah lama. Wong pisah sehari aja rasanya udah kangeeen banget. Padahal cuma study tour anak TK. Wkwkwk
ReplyDeleteWaah...apalagi anak TK mbak.. mereka masih kecil, jadi sedih sekali kalau harus berpisah.
DeleteWah, kalo berpisah dengan anak TK, bakalan sedih ya mbak..karena mereka masih kecil :(
DeleteSebagai seorang anak, aku jg kadang merasa sedih jika harus berpisah dengan Ibu, kehangatan dan kasih sayang seorang ibu yang membuat kita selalu ingin dekat bersama nya...
ReplyDeleteYa betul..tidak hanya ibu, perasaan anak juga akan sedih jika berpisah dengan ibunya.
DeleteHiks sedih, pasti inilah rasanya ketika aku meninggalkan ibu ketika merantau,
ReplyDeleteTidak hanya ibu, anak juga sedih jika harus berpisah ya ..
DeleteTerima kasih sudah berkunjung dan berkomentar. Mohon maaf, untuk menghindari SPAM, komentarnya dimoderasi dulu, yaa ^~^