Ketika seorang wanita dewasa telah memutuskan untuk berumah tangga maka prioritas utamanya adalah keluarganya. Sudah menjadi kodrat perempuan jika dia harus bisa menjalani perannya sebagai istri dan seorang ibu. Tapi peran tersebut bukan berarti membuat perempuan selalu tenggelam diantara setumpuk pekerjaan sebagai istri, ibu dan bahkan sebagai perempuan pekerja. Haruskah ritme peranannya tersebut membuat hari-harinya bergerak statis?
http://www.nurulfitri.com/2017/09/bukan-zaman-perempuan-bergerak-statis.html
Bukankah lebih baik jika keseharian seorang perempuan bergerak ritmis dan dinamis? Sudah bukan zamannya lagi perempuan seolah-olah terpenjara oleh status dan kesibukannya sehari-hari. Tanpa bisa mendapat makna yang berarti dari semua yang dilakukannya sehingga menghasilkan manfaat bagi keluarga, masyarakat, atau setidaknya bermanfaat untuk dirinya sendiri 

Setidaknya wacana tersebut berulangkali dikemukakan oleh wanita yang telah melahirkan saya ke dunia ini. Beliau selalu berpesan agar saya selalu bisa terus meng-upgrade diri, meskipun memilih tidak bekerja di kantoran.

Beberapa tahun yang lalu akhirnya saya memutuskan untuk keluar dari tempat bekerja yang telah memberi saya kenyamanan finansial selama 9 tahun. Keterbatasan pengasuh anak yang ada di sekitar tempat saya dulu, membuat saya tidak bisa meminta bantuan orang lain untuk mengasuh anak-anak. 

Alhamdulillah keputusan saya untuk menjadi ibu rumah tangga sepenuh waktu, didukung oleh suami dan orangtua. Mereka melihat tidak ada yang salah jika seorang sarjana memutuskan untuk mengasuh anaknya sendiri. Toh, ilmu yang didapatkan dari bangku kuliah, masih bisa digunakan untuk mendidik buah hati.

Namun bukan berarti ketika saya memutuskan untuk menggunakan hampir sebagian besar waktu saya di rumah, saya tidak bisa bergerak dinamis. Saya perlu aktualisasi diri. Saya tetap membutuhkan pengetahuan dan pengalaman yang luas. Dan setidaknya perlu mengasah pikiran agar otak tidak beku. Saya harus belajar lagi! Itu yang ada di pikiran saya setelah beberapa bulan berhenti dari tempat bekerja.

Dan secara kebetulan, saya membaca sebuah tabloid wanita saat menunggu anak lelaki saya di sebuah tempat kursus. Dalam tabloid tersebut ada sebuah artikel yang sangat menarik. Informasi tentang sepak terjang seorang wanita yang masih muda.

Dari artikel tersebut, saya mengenal sosok Indari Mastuti. Seorang perempuan muda yang memiliki visi ingin memajukan perempuan lain. Beliau mendirikan komunitas IIDN (Ibu-ibu Doyan Nulis) dan IIDB (Ibu-ibu Doyan Bisnis). Yang kemudian mendirikan juga komunitas Emak Pintar dan Sekolah Perempuan.
http://www.nurulfitri.com/2017/09/bukan-zaman-perempuan-bergerak-statis.html

Karena senang menulis, maka saya memutuskan untuk ikut bergabung di komunitas IIDN. Bergabung bersama perempuan-perempuan lain yang memiliki hobi sama. Di sana saya bisa mendapatkan banyak ilmu baru. Tidak hanya pengetahuan tentang kepenulisan, saya juga banyak mendapatkan ilmu cara mendidik anak. Loh, komunitas menulis, tapi ada ilmu parentingnya, pula?

Tentu saja! Karena di sana tempat berkumpulnya para ibu, yang memiliki kodrat sebagai seorang istri dan ibu. Perbincangan seputar pengasuhan pun terkadang muncul disela-sela perbincangan seputar kepenulisan.

Aktivitas saya di komunitas menambah banyak pengetahuan dan pengalaman. Saya bisa tetap bergerak ritmis dan dinamis. Berbekal pertemanan tersebut akhirnya saya bisa melahirkan dua buku antologi dengan tema perempuan dan dua buku anak.
http://www.nurulfitri.com/2017/09/bukan-zaman-perempuan-bergerak-statis.html

Aktivitas yang ada di IIDN tidak terlepas dari edukasi dari Teh Iin, panggilan akrab Indari Mastuti. Beliau setiap hari selalu memberikan motivasi kepada kami, perempuan-perempuan yang ada di komunitasnya. Namun dorongan dan dukungan yang beliau suntikan, tidak hanya yang seputar kepenulisan saja. Kamijuga sering mendapatkan sharing seputar bisnis pula.

Pada awalnya saya hanya fokus di komunitas penulis saja.  Belum tertarik dengan ilmu bisnis, berdasarkan minat saya yaitu seputar kepenulisan. Tapi seperti batu yang lama-lama bisa terkikis oleh tetesan air, lama-lama perhatian saya pun mulai bergeser. Motivasi Teh Indari yang diberikan untuk para pebisnis perempuan, lama-lama membuat saya tertarik. Tidak ada salahnya kalau saya juga belajar berbisnis, bukan?

Ketertarikan saya membuat aktivitas perbincangan, diskusi serta etika jual beli di komunitas IIDB (Ibu-ibu Doyan Bisnis) menjadi lebih diperhatikan oleh saya.
Bahkan ketika ada acara kopdar, saya pun tertarik untuk mengikutinya. Bagi saya ini kesempatan untuk lebih mengenal ibu-ibu pebisnis dan mencari ilmu dari mereka.

Akhirnya di Bulan Agustus lalu, Emak Pintar Bandung mengadakan kopdar di Kafe Rumah Jingga. Seperti namanya, rumah makan yang terletak di daerah Arcamanik Bandung itu, menampilkan banyak warna jingga pada desain interiornya.
http://www.nurulfitri.com/2017/09/bukan-zaman-perempuan-bergerak-statis.html

Oh,iya, scara kopdar yang rutin diadakan setiap bulan itu, tidak hanya sekedar ajang berkumpul saja. Di setiap kesempatan pertemuan, ada sharing bisnis pula yang dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan bisnis dari anggotanya.

Saya kagum pada para perempuan yang kemarin hadir di acara kopdar Emak Pintar Bandung. Di sela-sela aktivitas mereka mengurus anak dan suami, para ibu itu bisa menjalankan bisnis mereka dari rumah.

Beberapa diantaranya telah menghasilkan omset ratusan juta, setiap bulannya. Sungguh luar biasa sepak terjang mereka. Meskipun lebih sering berada di dalam rumah, tapi mereka bisa menghasilkan pendapatan ratusan juta rupiah. Ini membuktikan ketika mereka  selalu berada di dalam rumah, tidak berarti perempuan bergerak statis, bukan?
Nyatanya mereka bisa berpenghasilan dari dalam rumah serta tanpa meninggalkan anak dan suaminya.
http://www.nurulfitri.com/2017/09/bukan-zaman-perempuan-bergerak-statis.html

Selain pengalaman mereka yang bisa saya ambil pelajaran, saya juga bisa mendapatkan ilmu tentang pemasaran melalui facebook. Berjualan produk tanpa harus mengeluarkan biaya iklan. Teh Fenny, selaku kapten Emak Pintar Bandung, berkesempatan membagikan pengalamannya menghasilkan uang dari status di facebook.
http://www.nurulfitri.com/2017/09/bukan-zaman-perempuan-bergerak-statis.html
Tidak hanya dari Teh Fenny, ibu-ibu yang hadir di kafe Rumah Jingga juga bisa mendapatkan ilmu mengoptimalkan instagram sebagai wadah melakukan pemasaran produk mereka dari Teh Cicah Masy'adah. Ibu muda yang merupakan ketua umum IIDN tersebut, membagikan pengalamannya berbisnis melalui media instagram.
Pebisnis baju batik pria itu memotivasi jika semua perempuan pasti bisa berpenghasilan, selalu bisa bergerak dinamis di sela-sela tumpukan aktivitasnya sehari-hari.

http://www.nurulfitri.com/2017/09/bukan-zaman-perempuan-bergerak-statis.html


http://www.nurulfitri.com/2017/09/bukan-zaman-perempuan-bergerak-statis.html

Saya beruntung bisa hadir di acara kopdar EPB awal Agustus lalu. Bisa mengenal sosok-sosok yang tangguh, perempuan yang senang mencari ilmu dan mereka yang bisa mandiri dengan penghasilannya.
Selain itu, saya juga sedikitnya bisa tahu, bagaimana dunia bisnis dan liku-liku yang ada di dalamnya.

Semoga saja, di pertemuan berikutnya saya bisa mendapatkan lebih banyak ilmu lagi, lebih banyak menambah perkenalan lagi, dan semoga saja bisa juga berbisnis dari minat saya, yaitu tulisan.

Sesuai pesan perempuan yang telah melahirkan saya, sebagai perempuan yang kodratnya merawat suami dan anak, keinginan untuk lebih maju dan untuk lebih berkembang, perlu ditingkatkan meskipun dilakukan dari dalam rumah.
Karena bukan zamannya lagi, perempuan hanya bergerak statis dalam kesehariannya, bukan?
Bagaimana menurut teman-teman? Haruskah perempuan yang memutuskan untuk meluangkan waktunya di dalam rumah, bergerak ritmis dan dinamis?

http://www.nurulfitri.com/2017/09/bukan-zaman-perempuan-bergerak-statis.html