Selain terkenal sebagai tempat tujuan wisata, Bandung sejak dahulu juga diketahui sebagai laboratorium arsitektur. Ya, sejak zaman dahulu Bandung sudah dikenal sebagai laboratorium arsitektur karena berbagai gaya arsitektur bangunan ada di kota ini. Berbagai macam arsitektur bangunan yang ada di Bandung merupakan peninggalan positif dari penjajah yang dulu menguasai Indonesia. Berdasarkan latar belakang sejarahnya, bangunan-bangunan tua peninggalan Hindia Belanda bisa dikategorikan sebagai Cagar Budaya yang perlu dilestarikan.
Selama ini masyarakat mengenal cagar
budaya hanya seputar tentang sejarah dan pariwisata. Padahal
pengertiannya lebih dari itu.
Cagar budaya menurut Undang-undang no. 11/2010 tentang Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan cagar budaya yang berada di darat dan atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
Di Kota Bandung sendiri, kini sudah ada kurang lebih 100 bangunan yang dikategorikan sebagai cagar budaya. Termasuk di dalamnya ikon Kota Bandung yaitu Gedung Sate. Sebagai bangunan tua warisan penjajah Hindia Belanda, beberapa kalangan arsitek dan ahli bangunan menyatakan jika Gedung Sate merupakan bangunan monumental dengan gaya arsitektur unik mengarah ke gaya arsitektur Indo-Eropa.
Selama ini masyarakat melihat Gedung Sate sebagai bangunan indah dan megah yang diperuntukkan sebagai pusat pemerintahan Provinsi Jawa Barat. Tidak banyak yang tahu jika di balik bangunan tersebut tersimpan banyak sejarah dan proses menarik dalam membangun sebuah gedung yang melibatkan banyak arsitek ternama di dunia.
Kemegahan dan keanggunan Gedung Sate merupakan kekayaan alam yang harus kita lestarikan. Saat ini pemerintah dan kalangan terkait sedang berkampanye untuk pelestarian cagar budaya di setiap daerah. Mengingat banyak masyarakat yang hanya menganggap beberapa peninggalan zaman dulu sebagai gedung tua yang tidak berfungsi dan belum paham jika ada banyak bangunan bersejarah yang harus dilestarikan. Termasuk beberapa bangunan pemerintahan Hindia Belanda yang ada di Kota Bandung.
Gedung Sate Hasil Karya Arsitektur Besar Yang Perlu Dilestarikan
Gedung Sate merupakan suatu karya arsitektur besar hasil perpaduan antara langgam timur dan barat secara harmonis. Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Ir. H.P. Berlage ketika berkunjung ke Gedung Sate pada tahun 1923.
Perpaduan langgam tersebut bisa terlihat pada beberapa bagian Gedung Sate. Bagian bangunan sayap barat menggunakan gaya arsitektur Italia di masa renaiscance. Bagian jendelanya dibuat dengan tema Moor Spanyol. Sedangkan untuk bagian menara bertingkat yang ada di tengah bangunan merupakan aliran Asia, yaitu atap yang dibuat seperti gaya atap pura di Bali atau atap pagoda yang ada di Thailand.
Puncak gedung yang menjadi ciri khas bangunan Gedung Sate terdiri dari 6 buah ornamen sate sehingga dikatakan sebagai "tusuk sate". Ada juga yang mengatakan yang ada di puncak itu adalah ornamen jambu air atau melati. Banyaknya ornamen yang berjumlah 6 buah memiliki arti tersendiri. Ornamen tersebut melambangkan jumlah biaya yang dihabiskan untuk membangun Gedung Sate yaitu sekitar 6 juta gulden.
Sedangkan arsitektur khas Indonesia terdapat di atas pintu utama Gedung Sate. Di tempat tersebut terdapat ornamen dari batu yang sering dikaitkan dengan candi Borobudur karena bentuknya serupa. Tata letak bangunan yang kini jadi pusat pemerintahan Provinsi Jawa Barat ini benar-benar diperhitungkan dengan jeli. Mengikuti sumbu poros arah mata angin utara dan selatan, bagian depan Gedung Sate dibangun menghadap ke sebelah utara, tepat ke hadapan Gunung Tangkuban Perahu.
Menjelajahi Sudut Ruang di Gedung Sate
Saat memasuki gedung yang dulu sempat menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda setelah Batavia dianggap tidak lagi memenuhi syarat sebagai pusat pemerintahan, saya langsung takjub dengan desain interiornya. Meskipun saya masuk ke bagian paling bawah dari bangunan Gedung Sate, masih bisa terlihat jika konstruksi bangunan yang begitu kokoh. Konon kekuatan dinding tersebut bisa tahan gempa dan anti peluru, loh! Hebat, ya!
Kokoh dan dinding gedung yang kokoh tidak terlepas dari bahan dan teknik konstruksi yang digunakan saat membangunnya. Dinding Gedung Sate terdiri dari kepingan batu besar dengan ukuran 1 x 1 x 2 meter. Batu-batu tersebut berasal dari kawasan Bandung Timur yaitu sekitar Arcamanik, Ujung Berung dan Gunung Manglayang. Konstruksinya masih menggunakan cara konvensional namun dibuat dengan profesional serta memperhatikan standar teknik.
Gedung yang memiliki luas sekitar 27.990,859 m² dengan luas bangunan 10.877.734 m² melibatkan sekitar 2000 pekerja untuk membangunnya. Para pekerja tersebut berasal dari Cina sebagai ahli pengukir batu dan kayu serta dibantu oleh tukang batu, kuli aduk yang merupakan penduduk pribumi sekitar dan sebelumnya juga membangun Gedong Sirap (Kampus ITB) serta Gedong Papak (Balai Kota Bandung)
Setelah melihat bagian bawah gedung, saya beserta teman-teman penulis Buku Cagar Budaya ditemani oleh seorang pemandu dari Komunitas Heritage menuju ke lantai paling atas. Sebenarnya bagian teratas di Gedung Sate tersebut tidak terbuka untuk umum. Alhamdulillah, sebagai penulis buku Cagar Budaya hasil kerja sama dengan Kemdikbud, saya berkesempatan bisa melihat ruangan yang ada di bagian atas Gedung Sate.
Ruangan paling atas tersebut letaknya agak tersembunyi, tidak bisa terlihat dari ruangan bawahnya. Tersedia lift atau tangga kayu untuk menuju ke atas. Ketika menaiki tangga saya bisa melihat ada ruangan-ruangan kecil yang tersembunyi.
Sesampainya di ruangan paling atas, pemandangan di sana membuat saya tertegun. Keadaannya tidak seperti yang saya bayangkan. Karena berada di bagian paling atas, dengan akses yang tidak mudah, saya kira akan menemukan ruangan yang penuh debu. Ternyata di ruangan tersebut terdapat deretan kursi yang biasa digunakan untuk pertemuan para pejabat dengan tamu-tamu istimewa.
Yang paling menarik perhatian saya, di sana terdapat sebuah sirine yang besar. Konon dahulu cakupan suaranya bisa mencapai 40 km! Wow ...!
Bunyi sirine tersebut bisa terdengar hingga Kota Subang, Purwakarta, Sumedang, Cianjur, Cicalengka dan Pangalengan. Bagaimana kondisinya sekarang? Sirine tersebut masih berfungsi, loh! Namun suaranya tidak sekencang dahulu.
Kemegahan bangunan dan keindahan arsitekturnya Gedung Sate merupakan warisan yang harus dilestarikan. Sebagai bagian dari bangunan Cagar Budaya Indonesia, memang sudah seharusnya Gedung Sate dirawat agar tidak rusak mengingat suhu Kota Bandung yang dingin.
Saya senang sekali melihat pemerintah daerah beserta Komunitas Heritage Bandung sangat peduli dengan Gedung Sate sebagai Cagar Budaya yang harus dirawat dan dilestarikan. Tidak hanya Gedung Sate, puluhan cagar budaya di Kota Bandung juga mendapat perhatian para pecinta budaya tersebut.
Kontribusi Pemerintah, Komunitas Pelestarian dan Masyarakat untuk Melestarikan Cagar Budaya
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, cagar budaya di Kota Bandung bukan hanya Gedung Sate saja. Masih ada 99 cagar budaya yang sudah terdaftar sehingga dilindungi oleh payung hukum. Sebenarnya masih banyak warisan kebudayaan bangsa yang bersifat kebendaan di Kota Bandung, tetapi belum semuanya terdaftar di Dinas Kebudayaan setempat. Padahal cara mendaftarkannya cukup mudah. Tata caranya bisa dibaca di tulisan Kampanye Pelestarian Cagar Budaya ya!
Lalu apa kontribusi yang harus dilakukan agar cagar budaya bisa terus terjaga, terawat dan lestari?
Kontribusi Pemerintah untuk Menjaga Cagar Budaya
Pemerintah memahami betul pentingnya menjaga kelestarian sebuah cagar budaya. Oleh karenanya pemerintah melakukan beberapa usaha agar semua lapisan masyarakat peduli dengan cagar budaya dan mau merawat serta melestarikannya. Kontribusi yang dilakukan pemerintah untuk menjaga cagar budaya yaitu:
- Membuat undang-undang No. 5 tahun 1992 tentang pelestarian cagar budaya. Dengan adanya peraturan tersebut tindakan pembongkaran, meruntuhkan atau merusak benda cagar budaya bisa dikenakan hukuman.
- Membentuk Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) sebagai sekumpulan ahli pelestarian dari berbagai disiplin ilmu dan memiliki sertifikasi kompetensi untuk merekomendasikan penetapan, pemeringkatan dan penghapusan benda cagar budaya.
- Menyelenggarakan kampanye pelestarian cagar budaya di beberapa daerah di Indonesia. Bentuk kampanye yang dilakukan bisa berupa seminar yang diselenggarakan oleh Kemdikbud bersama komunitas pelestarian cagar budaya serta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata daerah.
- Memberikan kemudahan bagi siapa saja yang hendak mendaftarkan asetnya sebagai cagar budaya.
- Menjadikan cagar budaya sebagai objek wisata edukasi.
Selain pemerintah, ada juga sekelompok orang yang berada dalam komunitas pelestarian cagar budaya. Bagian dari masyarakat ini berperan penting dalam upaya melestarikan cagar budaya.
- Berkontribusi dengan ikut mendorong terbentuknya undang-undang perlindungan cagar budaya.
- Komunitas terus mendata objek-objek yang diduga merupakan cagar budaya.
- Mengajak komunitas lain untuk peduli dan bahu membahu melestarikan warisan budaya
- Mengadakan seminar atau diskusi bersama komunitas lain dan berdiskusi tentang pelestarian bangunan cagar budaya.
Kontribusi Masyarakat pada Pelestarian Cagar Budaya
Sebagai bagian terbesar populasi yang berhubungan langsung dengan cagar budaya yaitu masyarakat yang ada di sekitar aset cagar budaya. Banyak kalangan yang berupaya melestarikan warisan nenek moyang, diantaranya:
- Menjadi wisatawan lokal ke salah satu destinasi tujuan wisata yang merupakan benda cagar alam. Mengunjungi tempat cagar budaya secara rutin dapat menimbulkan rasa cinta pada warisan budaya setempat. Rasa cinta yang tercipta dapat menumbuhkan rasa memiliki sehingga masyarakat terpacu untuk melestarikan cagar budaya yang ada.
- Turut serta melindungi kawasan cagar budaya dan mencegah terjadinya vandalisme di sekitar tempat tersebut
- Melakukan upaya masif dan konstruktif seperti menyelenggarakan kampanye atau sosialisasi mengenai pentingnya merawat, menjaga dan melestarikan cagar budaya.
- Mempelajari sejarah dan nilai luhur yang diwariskan oleh para pendahulu. Dengan menggunakan teknologi, semua informasi tentang sejarah sebuah cagar budaya bisa dengan mudah didapatkan. Ketika mencari informasi tersebut, kita akan merasa lebih mengenal dan menghayati dibandingkan ketika mengunjungi tempat wisata yang tidak diketahui sejarah dan warisan nilai yang ada.
Selain pemerintah, diharapkan semua kalangan bisa peduli dengan cagar budaya yang ada di sekitarnya dan turut serta melestarikannya. Dengan cara berkunjung, melindungi, merawat dan melestarikan cagar budaya, maka peninggalan nenek moyang kita akan tetap bertahan, terjaga dan bisa dikembangkan. Pengembangan lokasi cagar budaya tentu saja akan bermanfaat bagi kemakmuran masyarakat luas.
Selama ini sudah terlihat manfaat yang dirasakan oleh masyarakat ketika melestarikan sebuah cagar budaya. Misalnya saja pelestarian Candi Borobudur dan Candi Prambanan yang bisa menjadi objek wisata terkenal hingga ke luar negeri. Keberadaan tempat wisata tersebut bisa meningkatkan taraf perekonomian masyarakat sekitar. Selain itu, banyak bangunan antik peninggalan kolonial Hindia Belanda yang kini dimanfaatkan sebagai hotel, cafe atau tempat penjualan souvenir.
Semua hal tersebut membuktikan jika pelestarian cagar budaya bisa bermanfaat untuk masyarakat sekitar. Jadi melestarikan cagar budaya itu penting, bukan?
Bagaimana dengan teman-teman? Adakah aset cagar budaya di sekitar tempat tinggal kalian? Adakah upaya untuk menjaga dan melestarikannya? Yuk ceritakan!
Salam takzim
53 Comments
Terimakasih banyak sudah berbagi informasi yang sangat bermanfaat ini Mbak.
ReplyDeleteWah pasti seru sekali ya Mbak bisa berlibur ke sana, saya jadi ingin nih hehe.
ReplyDeletecagar budaya memang perlu dilestarikan dan dilindungi ya Mbak, kaum muda juga harus mengetahui akan hal itu.
ReplyDeleteSaya dari dulu ingin sekali berkunjung ke Gedung Sate tersebut, tapi sampai sekarang belum terwujud hehe.
ReplyDeletePasti seru banget ya Mbak, bisa menelusuri setiap sudut dari Gedung Sate tersebut.
ReplyDeleteSetiap kita memang kudu concern dgn cagar budaya.
ReplyDeleteHarus melestarikan, supaya ngga mudah dirusak atau dilupakan begitu aja
Banyak kearifan lokal dari cagar budaya ini ya Mak
Belum pernah dong ke gedung sate.
ReplyDeleteEntah kapan bisa ke Bandung lagi.
Bagus banget ya, kalau gedung ini mah memang udah terkenal dan lebih dilestarikan.
Bolak balik ke Bandung, tapi belum pernah ke Gedung Sate..
ReplyDeleteMenarik banget dalamnya, dan masuk ke kategori Cagar Budaya ya, bund.
Duh, semoga generasi milineal semakin melek dengan hal semacam ini *berkaca
Yup, kita perlu ikut melestarikan cagar budaya.
ReplyDeleteGedung sate ini tampak megah ya, unik dengan arsiteksur dan nuansa warna putih seperti di foto itu, perpaduan indo dan eropa, cakep sekali.
Kok aku beberapa kali ke BDG dan blum pernah pepotoan depan Gd Sate siiikk? Duh, sayang bangeettt. Moga2 thn depan bisa daaahh
ReplyDeleteMillenials dan kita semua wajib banget concern akan cagar budaya.
sama2 menjaga dan melestarikan.
ini wujud kebanggaan kita semua sebagai warga yg baik, ya kan?
Aku belum pernah masuk ke Gedung Sate, cuma di luar pager aja hihhi kasian ya. Pingin banget lihat ke dalamnya kalau ada kesempatan
ReplyDeleteAku belum pernah masuk Gedung sate mba cuman lewat doang, btw itu sirinenya tujuannya buat apa mba? bisa sampe 40km kedengeran keren yah yang bikin dan baru tahu juga Bandung punya 100an cagar budaya sementara Cimahi 10 doang itupun baru diterima *menurut berita yang kubaca
ReplyDeleteSelama ini, saya hanya memandang Gedung Sate dari luar. Baru tau kalau ternyata di dalamnya ada museum.
ReplyDeletebelum pernah masuk ke gedung sate. paling numpang mentas di parkirannya doang mau jajan di belakangnya wkwkkw. padahal dulu sering banget wara-wiri di sekitar gedung sate :D
ReplyDelete12 tahun lalu sempat melintas di gedung sate lalu foto di dekat trotoarnya. Belum sempat masuk ke dalam. Eh, lihat di blog ini, ternyata cakep ya dalemnya, arsitekturnya juga syantik banget, keren mah orang zaman dulu kreatifitasnya, gak kalah dengan arsitek zaman now!
ReplyDeleteGedung sate mantul. Walaupun domisili di Bandung tapi baru kali ini lho dalamnya gedung sate seperti apa. Hanya melipir diluar aja.
ReplyDeleteSayang waktu ke bandung baru sempet foto depannya..blm sempet masuk ke dlm gedung bersejarah ini
ReplyDeleteKomunitas Bandung Heritage ini mengagumkan yaaa .. mereka tidak hanya peduli pada satu bangunan saja tapi juga banyak bangunan lainnya!
ReplyDeleteSebaiknya KOMUNITAS PECINTA CAGAR BUDAYA ini semakin banyak amiiiin
Bagus juga ya mba misal di setiap kota ada komunitas heritage. Kecintaan terhadap cagar budaya memang perlu rutin dilakukan agar tak pernah mati rasa cinta pada tanah air ini.
DeleteBiaya 6 juta gulden dulu itu kalau sekarang berapaan ya kira-kira ... penasaran ....
ReplyDeleteSetuju mba.tak kenal maka tak sayang. Jadi sebaiknya masy mengenal bangunan2 cagarbudays itu ya agar lbih sayang turut merawat dan menjaganya dari kemusnahan..
ReplyDeleteYes ...
DeleteGedung Sate karya arsitek Ir. J. Gerber beserta timnya yang juga mendapatkan masukan dari maestro arsitek Belanda - Dr. Hendrik Petrus Berlage ini sejak dulu terkenal. Saya yang di Sulawesi pun kerap mendengarnya.
Bagus bangeet Gedung Sate... Next kalau ke Bandung harus kesini deh,
ReplyDeleteBenar harus dilestarikan warisan cagar budaya bangsa😍
Padahal dulu aku tinggal di Cicalengka tapi belum pernah dengar suara sirinenya, Mbak :D Aku sering lewat tapi kok nggak kepikiran buat melihat secara dekat gedung sate ini ya.
ReplyDeleteWah, Gedung Sate. Salah satu gedung kebanggaa kita semua ya. Alhamdulillah, semakin ke sini, semakin bagus dan semakin terawat. Semoga begitu juga dengan gedung bersejarah lain yang kita punyai ya.
ReplyDeleteKontribusi komunitas dan masyarakat ini yang jadi bagian penting ya mbak. Apalagi masyarakat yang paling sering mengunjungi cagar budaya
ReplyDeleteJadi inget cuma pernah jalan2 atau lewat ya agak lupa, di bagian luar Gedung Sate. Dan blm pernah explore lagi disana, ternyata salah satu cagar budaya ya. Semoga semua pihak bs sinergi untuk pelestarian ya mbak, aamiin
ReplyDeletePernah masuk ke dalam gedung sate dan ke puncaknya juga. Asli seru bisa memandang lurus ke arah monumen. Kontribusi pemerintah juga sangat penting untuk mengembangkan cagar budaya
ReplyDeleteSaya juga tadinya kenal cagar budaya sebatas sejarah dan tempat pariwisata saja. Padahal lebih dari itu ya Mbak. Merupakan warisan budaya yang memang sudah seharusnya kita lestarikan. Btw kalau ke Bandung pengen juga mampir ke Gedung Sate ini
ReplyDeleteBelum kesampaian nih mba aku berkunjung ke Gedung Sate. Salah satu cagar budaya kebanggaan masyarakat Bandung yaaa... semoga kaum milenial bisa terus menjaga, merawat dan mempopulerkannya ke seluruh penjuru dunia.
ReplyDeleteSenangnya ya bisa ke gedung sate huhu waktu ke Bandung cuma lewatin aja ga mampir.
ReplyDeleteWah baru tahu kalau Gedung Sate setua itu mbak, kirain selama ini ya dibangun ma pemerintah orba hehe. Luar biasa ada sirine sampai 40 km gtu, kira2 dulunya dipakai buat tanda apa ya...
ReplyDeleteKemarin aku ke Bandung tapu ga sempet masuk ke Gedung Sate ini. Padahal udah lama pengen mampir Gedung Sate
ReplyDeleteGedung Sate memang ikonnya kota Bandung sih ya, tapi memang yang merupakan cagar budaya tetap harus dijaga dengan baik. Kan kalau cagar budaya bersih dan nyaman bisa mendatangkan pendapatan untuk daerah tersebut.
ReplyDeleteWah keren mak bisa masuk gedung Sate, memang bangunan khas Belanda banget yah tapi aku salfok dengan sirinenya, ternyata zaman dahulu hampir semua daerah di Indonesia memiliki sirine yang jika dibunyikan bisa menjangkau daerah yang lumayan jauh, kalau dulu di pakai buat apa yah? karenanya saya setuju bangunan yang bernilai sejarah wajib dijadikan cagar budaya agar tetap bertahan hingga generasi mendatang.
ReplyDeleteJatuh cinta sama kota ini...
ReplyDeleteBandung.
Semuanya terlihat indah dari mulai budaya hingga bangunannya.
Semoga dengan pembangunan yang sekarang dilakukan, makin menambah indahnya Ibu kota Jawa Barat ini.
Btw,
aku bangga banget batunya gedung sate diambil dari daerah Arcamanik.
Berassaa ditunjuk, hahahha~
Informasi lengkap sekali dan beruntung bisa baca ulasan ini.. aku jadi lebih tahu mengenai gedung sate lho
ReplyDeleteBaca ini sampai merinding saya. Di balik pembangunan Gedung Sate ada sejarah yang begitu bermakna. Terima kasih sudah membagikan cerita ini Mba Nurul. . Memang agar generasi berikutnya tahu, kita mesti ajak anak ke tempat-trmoat cagar budaya agar nantinya warisan ini tetap terjaga
ReplyDeleteBaru tahu kalau dindingnya sekuat itu. Arsitek bangunan jaman hindia belanda memang keren ya. Saya ke gedung sate cuma foto di depan saja karena buru-buru.
ReplyDeleteAku belom pernah ke gedung sate sebelomnya.. Padahal udah berkali kali kebandung loh... Tapi jarang banget wisata seperti ini
ReplyDeleteTernyata Gedung Sate juga termasuk bangunan cagar budaya. Baru tahu saya. Di Bandung memang banyak banget ya bangunan² peninggalan zaman kolonial.
ReplyDeletewaaah aku yang waktu kecil tinggal di Bandung malah belum mampir ke Gedung Sate nih. besok kalau ke Bandung wajib mampir deh apalagi kan bangunan ini bagus banget. harus terus dijaga dan di lestarikan ya
ReplyDeletePengen masuk ke bagian dalamnya juga deh, ternyata bersejarah banget gedungnya, jadi warisan buat anak cucu kita kelak ya, saksi sejarah..
ReplyDeleteloo ternyata ada bagian gedung sate yg dindingnya terbuat dari batu2an besar toh. saya baru tahu looo... bangunan ini kokokh banget dan terjaga karena terpakai yak
ReplyDeleteAku belum pernah masuk ke dalam gedung sate. Penasaraan banget pengen tahu dalamnya. Cagar budaya ini sayang banget kalau nggak dirawat. Semoga selalu terawat.
ReplyDeleteSaya waktu itu pas ke gedung satenya agak kesorean mau maghrib jadi cuma menikmati foto depan gedungnya aja hehe. Jadi kangen Bandung dan pengen ke sana lagi. Penasaran kalau wiken apakah kita bis amasuk ke sana atau perlu perjanjian sama pengelolanya?
ReplyDeleteGedung sawah mengingatkan dg konten di yutub JurnalRisa mbak hhehehe
ReplyDeleteBtw emang cakep itu hasil fotonya dfoto atas mbak hehehe
Jangan sekali sekali lupain ir. Soekarno loh ya hhehehe
Aku ke Gedung Sate jaman masih SMA, itu pun cuma numpang foto di depannya, hahahaa
ReplyDeleteNah, aku baru tahu nih kalo pembangunannya dilakukan leh 2000 pekerja, pantes aja ya hasilnya bagus. Meski bangunan peninggalan jaman Belanda itu terkenal dengan kekokohan konstruksinya
wah gedung sate salah satu cagar budaya juga ya? hmmm sayang banget waktu ke bandung gak sempat kesini... kapan2 pengen eksplor juga cagar budaya di bandung...
ReplyDeleteGedung kebanggaannya orang Bandung nih. Tapi emang layak bangga kok, itu gedung emang arsitekturnya unik banget, dan untungnya masih sangat terawat sampai sekarang. Nggak kayak di Solo, gedung balai kota aja sudah bukan bangunan asli lagikarena dibakar waktu kerusuhan 98, padahl bangunan lama itu merupakan kreasi asli dari Bung Karno.
ReplyDeleteIni salah saty cagar budaya yang wajib dikunjungi kalau ke Bandung ya. Biar gak wisata belanja mulu, sesekali perlu wisata sejarah
ReplyDeleteWow banyak juga ya cagar budaya alamnya di Bandung.
ReplyDeleteTernyaya di gedung Sate boleh masuk juga ya Mbak? Saya waktu kesana gak dibolehin. Pintu masuknya dikelilingin rantai. Tau kenapa. Jadi cuma bisa photo photo di depnnya saja. Itu pun diawasin ketat ama penjaganya. Takut nginjek rumput 😁
Mungkin ada 10 tahun lebih gak pernah lagi ke gedung sate, padahal tahun lalu kesana tapi cuman numpang lewat dan sekarang tampilannya makin keren mba yahh.. nanti klo ke bandung mau masuk ahh...
ReplyDeleteTerima kasih sudah berkunjung dan berkomentar. Mohon maaf, untuk menghindari SPAM, komentarnya dimoderasi dulu, yaa ^~^